Dalembandung.com,– Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, membela kebijakan yang memperbolehkan sekolah negeri menampung hingga 50 siswa per kelas. Meski dinilai kontroversial, Dedi menegaskan kebijakan ini adalah langkah darurat yang diambil untuk menyelamatkan pendidikan anak-anak di Jawa Barat dari ancaman putus sekolah.
Menurutnya, kebijakan ini bukanlah aturan kaku, melainkan batas maksimal yang bisa diterapkan di daerah-daerah tertentu yang menghadapi persoalan keterbatasan akses dan ekonomi.
“Kalimatnya maksimal, artinya bisa dalam setiap kelas itu 30, bisa 35, bisa 40. Dan apabila, kalimatnya apabila, apabila di daerah tersebut banyak siswa yang dekat dengan sekolahnya dan punya kemampuan ekonomi rendah,” jelas Dedi dalam video di akun TikTok resminya, @Dedimulyadiofficial, Kamis (3/7/2025). Lebih jauh,
Dedi menjelaskan banyak siswa yang sebenarnya mampu membayar biaya pendidikan, namun terhalang ongkos transportasi yang mahal karena sekolah yang jauh dari rumah. “Misalnya bayaran bulanannya 200 atau 300 ribu, dia mampu.
Tetapi misalnya dia berat diongkos menuju sekolahnya. Maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil kebijakan: daripada anak Jawa Barat tidak sekolah, ya lebih baik sekolah,” ujarnya.
Dedi menegaskan bahwa langkah ini diambil karena situasinya sudah tergolong darurat. Ia lebih memilih anak-anak tetap sekolah meski dalam kondisi terbatas daripada mereka justru kehilangan arah.
“Kenapa darurat, karena daripada rakyat tidak sekolah lebih baik sekolah, daripada mereka nongkrong di pinggir jalan kemudian berbuat sesuatu yang tidak sesuai usianya, lebih baik dia sekolah walaupun sederhana, itu prinsip saya,” ucap Dedi.
Kebijakan Sementara, Solusi Permanen Disiapkan Kebijakan membuka ruang kelas hingga maksimal 50 siswa ini, kata Dedi, bukan solusi jangka panjang.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen membangun ruang-ruang kelas baru agar kapasitas siswa per kelas kembali ideal. “Dalam semester berikutnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pasti membangun ruang kelas baru. Nanti dibangun ruang kelas baru sehingga kembali lagi menjadi 30 atau 35,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan semua anak mendapatkan akses pendidikan, tanpa kecuali.
“Negara meminta rakyatnya sekolah. Maka negara tidak boleh menelantarkan warganya sehingga tidak bersekolah. Maka saya sebagai Gubernur Jawa Barat bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di Jawa Barat dan saya tidak menginginkan anak di Jawa Barat untuk putus sekolah,” tegasnya.
Jawa Barat Tertinggi dalam Angka Putus Sekolah Nasional Langkah darurat ini diambil dengan landasan data resmi. Berdasarkan informasi dari Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikdasmen yang dikirimkan Dedi melalui WhatsApp, Jawa Barat menjadi provinsi dengan angka putus sekolah (APTS) dan lulusan tidak melanjutkan pendidikan (LTM) tertinggi di Indonesia.
Angka Putus Sekolah (APTS) Jawa Barat – Total: 168.689 siswa PAUD: 9 siswa SD: 37.377 siswa SMP: 64.918 siswa SMA/SMK: 66.385 siswa Angka Lulus Tidak Melanjutkan (LTM) Jawa Barat – Total: 200.167 siswa SD: 66.872 siswa SMP: 133.295 siswa
Dengan kondisi yang cukup mengkhawatirkan ini, Dedi menegaskan bahwa menjaga agar anak-anak tetap bisa mengenyam pendidikan adalah prioritas utama pemerintah provinsi, meski harus melalui langkah-langkah darurat sementara waktu.***