Inilah Sejarah Batulayang: Kabupaten yang Musnah di Jawa Barat Apa Sebabnya

- Pewarta

Senin, 23 Juni 2025 - 08:47

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peta Pulau Jawa awal abad ke-18.Foto:Tangkapan Layar-DB

Peta Pulau Jawa awal abad ke-18.Foto:Tangkapan Layar-DB

Dalembandung.com –Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, Desa Batulayang memiliki luas wilayah 6,54 kilometer persegi dan dihuni oleh 11.558 penduduk.

Di balik lanskap administratif Jawa Barat saat ini, tersimpan kisah tentang sebuah kabupaten yang pernah berdiri namun kini hilang dari peta kekuasaan.

Nama wilayah itu adalah Batulayang, yang kini hanya dikenal sebagai sebuah desa di Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Namun, pada masa lalu, Batulayang bukanlah sekadar sebuah desa biasa, melainkan pusat pemerintahan sebuah kabupaten pada era kolonial.

Batulayang, Jejak Kabupaten yang Hilang Kisah Batulayang di masa lampau diangkat oleh pemerhati sejarah asal Bandung, M Ryzki Wiryawan, dalam bukunya Pesona Sejarah Bandung: Perkebunan di Priangan.

Salah satu bagian dalam buku tersebut berjudul Musnahnya Kabupaten Batulayang, yang memaparkan sejarah kabupaten ini secara rinci.

Menurut Ryzki, Batulayang semasa pemerintahan Hindia Belanda pada abad ke-18 mencakup tiga distrik utama: Kopo, Rongga, dan Cisondari—wilayah yang kini dikenal sebagai Cililin, Gununghalu, dan Ciwidey.

“Batulayang dibatasi oleh Gunung Wayang dan Linggaratu di sebelah timur; Sungai Ci Sokan dan wilayah Cianjur di barat; Gunung Tilu dan Ci Tarum sampai ke muara Ci Sokan di utara; serta Gunung Patuha dan Ci Sokan di selatan,” tulis Ryzki.

Pemerintahan Sendiri di Bawah Keturunan Pajajaran Jauh sebelum dikuasai oleh Belanda, Batulayang merupakan wilayah kekuasaan yang memiliki struktur pemerintahan tersendiri.

Wilayah ini didirikan oleh Prabu Sang Adipati Kertamanah, seorang bangsawan keturunan Kerajaan Pajajaran. Sistem pemerintahan lokal ini berlangsung selama beberapa generasi, hingga kepemimpinan terakhir berada di tangan Tumenggung Rangga Adikusumah (1794–1802).

“Kisah ini menggambarkan bagaimana relasi antara kekuasaan lokal dan kolonialisme terbentuk—dan dalam banyak hal, berbenturan—pada masa itu,” tambah Ryzki dikutif Dalembandung.com dari Kompas.com, Senen(23/6/2025).

Ibukota Bernama Gajah dan Jejak Palembang Batulayang dahulu memiliki ibu kota bernama Gajah atau Gajah Palembang, yang terletak di tepi Sungai Ci Tarum, di sekitar wilayah Margahayu saat ini.

Menurut Ryzki, nama itu muncul karena pemimpinnya saat itu, R Moh Kabul alias Abdul Rohman, membawa seekor gajah dari Palembang pada 1770 setelah menjalankan tugas untuk VOC.

Di wilayah ini pula dibangun tempat pemandian gajah yang dikenal dengan nama Leuwigajah, yang kini menjadi kelurahan di Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.

Dinasti Kepemimpinan dan Awal Kemunduran Menurut Ryzki, beberapa tokoh penting pernah memimpin Batulayang, mulai dari Tumenggung Suradirana hingga Tumenggung Adikusumah. Kekuasaan ini berjalan dari era kerajaan sekitar tahun 1740-an hingga pendudukan Belanda di awal 1800-an.

Pada 1794, Batulayang dipimpin oleh Raden Bagus yang bergelar Tumenggung Rangga Adikusumah II—juga dikenal sebagai Dalem Tumenggung Anggadikusumah.

Sayangnya, ia justru menjadi pemimpin terakhir wilayah ini. Gagal Setor Kopi, Jabatan Dicabut Di masa kepemimpinannya, Tumenggung Rangga Adikusumah II gagal memenuhi target penyetoran hasil kopi kepada VOC.

Ia bahkan dituding menelantarkan perkebunan kopi, yang saat itu merupakan komoditas utama kolonial Belanda. “Berdasarkan laporan Pieter Engelhard pada 1802, Tumenggung Anggadikusumah memimpin Batulayang dengan buruk, membiarkan perkebunan kopi menjadi hutan belantara dan semak-semak.

Bahkan berdasarkan laporan tanggal 24 Desember 1801, muncul usulan untuk memberhentikan Sang Bupati karena kegemarannya mengonsumsi opium dan minuman keras,” tulis Ryzki.

Akibat kondisi tersebut, ia diberhentikan pada tahun 1802. Wilayah Batulayang lalu digabungkan ke Kabupaten Bandung, dan sang bupati diasingkan ke Batavia hingga wafat dan dimakamkan di kawasan Mangga Dua.

Upaya Melawan Kolonialisme? Punya Nilai Historis Kuat Meski dicap gagal, Ryzki menilai Tumenggung Rangga Adikusumah II mungkin sengaja menelantarkan kebun kopi sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan kolonial.

“Berdasarkan laporan di atas, bisa disimpulkan bahwa ada faktor lain yang membuat Bupati Batulayang terakhir dihukum, kemungkinan karena ia bermasalah dengan Pieter Engelhard dan melawan dengan cara menelantarkan perkebunan kopi,” ujarnya.

Bagi masyarakat Priangan, kisah Batulayang mencerminkan tekanan berat dari sistem tanam paksa kopi. Penamaan Batulayang itu sendiri bisa dipahami sebagai simbol atas praktik eksploitasi kolonial di wilayah ini.

Keterkaitan Historis dengan Bandung Catatan sejarah juga menunjukkan bahwa para penguasa Batulayang memiliki hubungan kekerabatan dengan para bupati Bandung.

Hubungan darah ini menjadikan dua wilayah tersebut terikat secara genealogis maupun historis, dan memperkuat peran Batulayang dalam jaringan kekuasaan lokal masa itu.

Warisan Semangat Perjuangan Ryzki menutup catatannya dengan menyebut bahwa semangat perlawanan terhadap penjajahan yang pernah muncul di Batulayang kelak diteruskan oleh keturunannya.

Salah satunya adalah Otto Iskandar Di Nata, pejuang kemerdekaan yang kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional. “Semangat perlawanan terhadap penjajah nantinya akan dicerminkan dalam perjuangan politik abad ke-20 oleh seorang keturunan Batulayang yang bernama Otto Iskandar Di Nata alias sang Jalak Harupat,” tulis Ryzki.***

 

Editor : Andi Iskandar

Sumber Berita : Kompas.com

Berita Terkait

SPMB Jabar 2025 Banyak di Keluhkan,Minim Transparansi
Tradisi Ngaji di Masjid Kampung Terkikis Modernisasi Instan,di Singgung Dedi Mulyadi
Jangan Pesta di Atas Derita Rakyat,Dedi Mulyadi Tegaskan Larang Rapat di Hotel
Bupati Bandung Dadang Supriatna Dikritik Mahasiswa,Dianggap Tiru Dedi Mulyadi
Walikota Bandung: Terus mendorong upaya reaktivasi Bandara Husein Sastranegara
Pemkot Bandung Janji Kooperatif,Akan Mendukung Proses Hukum Kasus Korupsi Dana Hibah Pramuka
Akibat dari Lemahnya Pengawasan,Pembangunan RKB di SMPN 3 Solokan Jeruk Mangkrak
Jadi Beban Nombok, Dedi Mulyadi Curhat soal Bandara Kertajati
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 22 Juni 2025 - 07:38

Menko PM Meminta Pembatasan Impor Dapat Menggangu Perkembangan Industri

Rabu, 18 Juni 2025 - 05:25

Kejagung Pamer Gunungan Uang,7 Fakta Korupsi CPO Wilmar Group Rp 11,8 Triliun

Selasa, 17 Juni 2025 - 06:22

Cucun Ahmad Syamsurijal,Jangan Mengorbankan Identitas Nasional

Minggu, 15 Juni 2025 - 06:30

Perkuat Sinergi,Wamendikdasmen Ajak pemda Agar SPMB Berjalan Lancar

Sabtu, 14 Juni 2025 - 23:35

Edi Sutiyo:Pentingnya Pemahaman Terhadap UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:25

Adian Anggota Komisi V DPR RI,Aplikator Harus Punya Dasar Hukum Untuk Pungutan

Rabu, 11 Juni 2025 - 22:04

Pada 2026,Kuota Haji Indonesia Terancam Dipotong 50 Persen Ada Apa?

Rabu, 11 Juni 2025 - 07:25

DPR: Sebut Kasus Chromebook Kemendikbud Coreng Dunia Pendidikan

Berita Terbaru