DALEM-BDG,–Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK telah memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pangandaran, yang terdiri dari Neraca tanggal 31 Desember 2022.
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional,Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal
tersebut, serta Catatan atas Laporan Keuangan.Tanggung Jawab Pemerintah atas Laporan Keuangan.
Pemerintah Kabupaten Pangandaran bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian wajar laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan pengendalian intern yang memadai untuk menyusun laporan keuangan yang bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan Tanggung Jawab BPK.
Tanggung jawab BPK adalah untuk menyatakan suatu opini atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan BPK. BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar tersebut mengharuskan BPK mematuhi kode etik BPK, serta merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan yang memadai.
Apakah laporan keuangan tersebut bebas dari kesalahan penyajian material,Suatu pemeriksaan meliputi pengujian bukti-bukti yang mendukung angka-angka dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Prosedur yang dipilih mendasarkan pada pertimbangan profesional Pemeriksa, termasuk penilaian risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.
Dalam melakukan penilaian risiko, Pemeriksa mempertimbangkan pengendalian intern yang relevan dengan penyusunan dan penyajian wajar laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pangandaran untuk merancang prosedur pemeriksaan yang tepat sesuai dengan kondisiyang ada, tetapi bukan untuk tujuan menyatakan opini atas efektivitas pengendalian intern Pemerintah Kabupaten Pangandaran.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK juga mencakup evaluasi atas ketepatan kebijakan akuntansi yang digunakan dan kewajaran estimasi akuntansi yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran, serta evaluasi atas
penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. BPK yakin bahwa bukti pemeriksaan yang telah diperoleh adalah cukup dan tepat, sebagai dasar untuk menyatakan opini BPK Wajar Dengan Pengecualian.
Dasar Opini Wajar Dengan Pengecualian Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan G.5.3.1.1.1 atas Laporan Keuangan, Pemerintah Kabupaten Pangandaran menyajikan Kas di Kas Daerah sebesar Rp2.561.106.401,00.
Saldo Kas di Kas Daerah tersebut tidak mencerminkan saldo Kas yang Dibatasi Penggunaannya sebesar Rp168.449.624.707,00 yang seharusnya masih tersimpan di kas daerah untuk membiayai kegiatan yang telah ditentukan.
Namun digunakan untuk membiayai kegiatan lain. Kas yang Dibatasi Penggunaannya tersebut seharusnya
digunakan untuk membiayai kegiatan antara lain kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan nonfisik, Dana Insentif Daerah (DID) Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Banprov) serta Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
Kegiatan tersebut tidak dapat terlaksana dengan optimal karena dana yang seharusnya telah tersedia digunakan untuk membayar Pinjaman Daerah pada Bank bjb sebesar Rp104.000.000.000,00, bunga pinjaman sebesar Rp2.984.722.223,00, serta untuk membiayai kegiatan yang bersumber dari PAD/DAU/DBH sebesar Rp58.903.836.084,00.
Penggunaan Kas yang Dibatasi Penggunaannya yang tidak sesuai peruntukannya tersebut terjadi karena Pemerintah Kabupaten Pangandaran mengalami kesulitan likuiditas yang menyebabkan kas yang bersumber dari PAD, DAU dan DBH bersaldo negatif sebesar Rp165.888.558.307,00,sebagaimana diungkapkan dalam Catatan G.5.3.2.1.3 atas Laporan Keuangan.
Pemerintah Kabupaten Pangandaran menyajikan Utang Belanja per 31 Desember 2022 sebesar Rp267.398.099.924,32. Utang Belanja tersebut merupakan bagian dari Kewajiban Jangka Pendek yang harus dilunasi pada tahun 2023. Nilai Utang Belanja tersebut meningkat sebesar Rp20.781.345.891,32 dari tahun 2021.
Hal tersebut disebabkan penganggaran penerimaan daerah tidak berdasarkan perhitungan yang rasional yaitu antara lain: 1) Pajak Daerah yang dianggarkan sebesar Rp86.225.000.000,00 dan terealisasi hanya sebesar
Rp75.365.829.369,00; 2) Pendapatan BLUD yang dianggarkan sebesar Rp145.775.766.196,00 dan terealisasi hanya sebesar Rp114.618.900.677,97; dan 3).
Penerimaan Pembiayaan berupa Pinjaman Daerah yang dianggarkan sebesar Rp450.000.000.000,00 dan terealisasi hanya sebesar Rp150.000.000.000,00. Nilai Utang Belanja tersebut membebani anggaran tahun 2023 dan berisiko tidak dapat dilunasi pada tahun 2023 karena Pemerintah Kabupaten Pangandaran mengalami kesulitan likuiditas.
Selain itu, Utang Belanja tersebut diantaranya merupakan utang periode tahun 2020 dan 2021 sebesar Rp7.825.684.763,00 yang belum dilunasi sampai dengan 31 Desember 2022. Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan G.5.3.2.1.4 atas Laporan Keuangan, Pemerintah Kabupaten Pangandaran menyajikan Utang Jangka Pendek Lainnya per 31 Desember 2022 sebesar Rp83.811.167.293,44. Utang Jangka Pendek Lainnya tersebut merupakan bagian dari Kewajiban Jangka Pendek yang harus dilunasi pada tahun 2023. Nilai Utang tersebut
meningkat sebesar Rp24.594.145.380,34 dari tahun 2021.
Nilai Utang Jangka Pendek Lainnya tersebut membebani anggaran tahun 2023 dan berisiko tidak dapat dilunasi pada tahun 2023 karena Pemerintah Kabupaten Pangandaran mengalami kesulitan likuiditas,selain itu, Utang Jangka Pendek Lainnya tersebut diantaranya merupakan utang pada periode tahun 2018 s.d 2021 sebesar Rp57.668.469.501,90 yang belum dilunasi sampai dengan 31 Desember 2022.
Hal tersebut mengakibatkan:
a. Pemkab Pangandaran berpotensi tidak dapat mewujudkan kondisi fiskal yang sehat dan
berkesinambungan, serta berpotensi dikenakan sanksi penundaan penyaluran Dana
Transfer Umum;
b. APBD belum berfungsi untuk perencanaan, pengawasaan, alokasi distribusi, dan
stabilisasi yang efektif, serta anggaran yang ditetapkan tidak dapat digunakan sebagai
alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekononomi.
c. Masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya belum mendapatkan informasi saldo
Utang dan Pinjaman Daerah yang menjadi tanggungan Pemkab Pangandaran;
d. Penyajian realisasi surplus LRA sebesar Rp46.383.593.551,22 tidak menunjukkan
kondisi senyatanya, yaitu defisit riil yang terjadi sebesar Rp383.897.847.686,08;
e. Penyajian SiLPA LRA sebesar Rp48.153.834.944,27 tidak menunjukkan kondisi
senyatanya, yaitu SiKPA riil yang terjadi sebesar Rp382.127.606.293,03
(Rp169.370.240.623,05 – Rp167.599.999.230,00 – Rp383.897.847.686,08);
f. Penyajian SAL sebesar Rp48.153.834.944,27 tidak menunjukkan kondisi senyatanya,
yaitu SAK riil yang terjadi sebesar Rp382.127.606.293,03 (Rp5.424.585.623,05 –
Rp5.370.240.623,05 + Rp382.127.606.293,03 – Rp54.345.000,00);
g. Saldo utang periode TA 2018 s.d. 2021 sebesar Rp65.494.154.264,90 tidak tepat
diklasifikasikan sebagai Utang Jangka Pendek;
h. Realisasi pekerjaan atas kegiatan yang bersumber dari Kas yang Dibatasi
Penggunaannya sebesar Rp165.888.558.307,00 berisiko tidak terbayar;
i. Pelunasan Utang Jangka Pendek dan potensi utang TA 2022 sebesar
Rp430.084.251.621,10 berisiko baru dapat diselesaikan pada akhir TA 2028 dan
berpotensi menimbulkan gugatan hukum dari pihak yang berpiutang; dan
j. SPD belum dapat berfungsi sebagai sarana pengendalian belanja dan pengelolaan kas.
Hal tersebut disebabkan:
a. Bupati Pangandaran belum:
1) Melakukan penilaian risiko dan merancang strategi mitigasi untuk meminimalkan
dampak keuangan atas kebijakan percepatan pelaksanaan RPJMD Tahun 2021 s.d.
2026 yang ditargetkan selesai pada Tahun 2024;
2) Meminta persetujuan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
Kementerian Keuangan atas penerapan kebijakan defisit APBD dan Pinjaman
Daerah yang melebihi batas maksimal yang diperbolehkan;
3) Melaporkan posisi defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan pada setiap akhir semester dalam TA yang berkenaan;
4) Menyelenggarakan publikasi informasi mengenai saldo Utang dan Pinjaman
Daerah kepada masyarakat secara berkala;
5) Menetapkan kebijakan terkait mekanisme penerbitan SPD yang dapat berfungsi
untuk mengendalikan pengelolaan kas dan pembayaran belanja; dan
6) Menetapkan kebijakan rasionalisasi pengeluaran daerah melalui pengurangan atau
penghapusan belanja daerah sesuai hasil evaluasi Pemprov Jawa Barat.
b. TAPD membahas rancangan APBD dan APBD-P dengan tidak memperhatikan
prioritas kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah, kemampuan pendapatan
daerah yang rasional, ketentuan batas maksimal defisit dan pinjaman daerah yang
diperbolehkan serta hasil evaluasi dari Pemprov Jawa Barat atas APBD-P TA 2022;
c. Kepala BKAD selaku kepala SKPD menyusun rancangan APBD dan APBD-P dengan
tidak memperhatikan prioritas kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah,
kemampuan pendapatan daerah yang rasional, serta ketentuan batas maksimal defisit
dan pinjaman daerah yang diperbolehkan;
d. Kepala BKAD selaku PPKD kurang cermat:
1) Mengendalikan pelaksanaan APBD dan menyiapkan pelaksanaan pinjaman;
2) Menyusun Anggaran Kas Pemerintah Daerah untuk mengatur ketersediaan dana
dalam mendanai pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang
tercantum dalam DPA SKPD; dan
3) Menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan Anggaran Kas Pemerintah Daerah,
ketersediaan dana di Kas Umum Daerah, dan penjadwalan pembayaran
pelaksanaan anggaran yang tercantum dalam DPA SKPD;
e. Kepala Bidang Anggaran BKAD kurang cermat menghimpun dan mengolah usulan
anggaran pendapatan, pembiayaan dan belanja daerah;
f. Kepala Sub Bidang Penyusunan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Pembiayaan
Daerah BKAD kurang cermat mengumpulkan dan mengolah data pendapatan dan
pembiayaan daerah pada setiap SKPD, serta menghitung DSCR; dan
g. Kepala Sub Bidang Penyusunan Perencanaan Anggaran Belanja Daerah BKAD kurang
cermat merencanakan dan menyusun anggaran belanja daerah pada setiap SKPD.
Atas permasalahan tersebut, Pemkab Pangandaran melalui Kepala BKAD
menyatakan sependapat.
BPK merekomendasikan Bupati Pangandaran agar:
a. Melakukan penilaian risiko dan merancang strategi mitigasi untuk meminimalkan
dampak keuangan atas kebijakan percepatan pelaksanaan RPJMD Tahun 2021 s.d.
2026 yang ditargetkan selesai pada Tahun 2024;
b. Meminta persetujuan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian
Keuangan atas penerapan kebijakan defisit APBD dan Pinjaman Daerah yang melebihi
batas maksimal yang diperbolehkan;
c. Melaporkan posisi defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
pada setiap akhir semester dalam TA yang berkenaan;
d. Menyelenggarakan publikasi informasi mengenai saldo Utang dan Pinjaman Daerah
kepada masyarakat secara berkala;
e. Menetapkan kebijakan terkait mekanisme penerbitan SPD yang dapat berfungsi untuk
mengendalikan pengelolaan kas dan pembayaran belanja;
f. Menetapkan kebijakan rasionalisasi pengeluaran daerah melalui pengurangan atau
penghapusan belanja daerah sesuai hasil evaluasi Pemprov Jawa Barat;
g. Menginstruksikan TAPD untuk membahas rancangan APBD-P TA 2023 dengan
memperhatikan prioritas kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah,
kemampuan pendapatan daerah yang rasional, ketentuan batas maksimal defisit dan
pinjaman daerah yang diperbolehkan, serta hasil evaluasi Pemprov Jawa Barat
h. Menginstruksikan Kepala BKAD selaku kepala SKPD:
1) Menyusun rancangan APBD dan APBD-P dengan memperhatikan prioritas
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah, kemampuan pendapatan daerah
yang rasional, serta ketentuan batas maksimal defisit dan pinjaman daerah yang
diperbolehkan;
2) Memerintahkan Kepala Bidang Anggaran BKAD lebih cermat menghimpun dan
mengolah usulan anggaran pendapatan, pembiayaan dan belanja daerah;
3) Memerintahkan Kepala Sub Bidang Penyusunan Perencanaan Anggaran
Pendapatan dan Pembiayaan Daerah BKAD lebih cermat mengumpulkan dan
mengolah data pendapatan dan pembiayaan daerah pada setiap SKPD, serta
menghitung DSCR; dan
4) Memerintahkan Kepala Sub Bidang Penyusunan Perencanaan Anggaran Belanja
Daerah BKAD lebih cermat merencanakan dan menyusun anggaran belanja
daerah pada setiap SKPD.
i. Menginstruksikan Kepala BKAD selaku PPKD:
1) Menyusun road map dan strategi pelunasan Utang Jangka Pendek sebesar
Rp351.406.456.833,96 dan potensi utang sebesar Rp78.874.984.403,34 atas
prestasi pekerjaan kontraktual TA 2022 yang belum ditagih oleh Penyedia
Barang/Jasa;
2) Segera memulihkan saldo Kas yang Dibatasi Penggunaannya sebesar
Rp165.888.558.307,00 dan hanya menggunakan sesuai peruntukannya;
3) Menyusun Anggaran Kas Pemerintah Daerah untuk mengatur ketersediaan dana
dalam mendanai pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang
tercantum dalam DPA SKPD;
4) Menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan Anggaran Kas Pemerintah Daerah,
ketersediaan dana di Kas Umum Daerah, dan penjadwalan pembayaran
pelaksanaan anggaran yang tercantum dalam DPA SKPD; dan
5) Merancang strategi rasionalisasi pengeluaran daerah sesuai hasil evaluasi Pemprov
Jabar dan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan Rencana Aksi Pemerintah Kabupaten Pangandaran, Bupati akan
menindaklanjuti rekomendasi dalam jangka waktu 60 hari setelah Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) diterima.***
sumber: bpk.ri